Esai|

IHF/Maulady Virdausy Fahmy

Permasalahan moral yang terjadi di Indonesia saat ini cukup kompleks. Kasus-kasus perilaku moral yang menyimpang makin sering terjadi. Penyimpangan moral tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi juga oleh anak-anak di tingkat SMA, SMP, bahkan SD. Mirisnya, berbagai macam kasus kriminalitas yang dilakukan oleh anak makin meningkat jumlahnya, mulai kasus kekerasan, seperti pemerasan, bullying, tawuran sampai dengan pencurian serta kasus-kasus lain, seperti tindakan asusila serta penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang.

Banyaknya perilaku yang melanggar moral disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah lingkungan yang tidak mendukung. Lingkungan yang tidak mendukung diartikan dengan lemahnya moralitas masyarakat di lingkungan anak. Lemahnya moralitas dapat disebabkan oleh kurangnya pendidikan moral yang baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Menurut Kohlberg dalam artikelnya “The measurement of moral Judgment Vol. 1 (1987)”, pendidikan moral harus dimulai sejak usia dini sebagai upaya preventif agar kelak ketika dewasa mereka dapat mengendalikan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral. Oleh karena itu, sebagai institusi sekaligus lingkungan pertama yang dikenal anak, peran keluarga sangat krusial bagi perkembangan anak, khususnya perkembangan moral. Keluarga harus dapat menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai moral yang benar dan menjadi teladan yang baik. Dengan membiasakan anak berperilaku yang baik dan bermoral sejak dini serta memberikan contoh langsung kepada anak, anak akan menginternalisasi nilai-nilai yang didapat dan meniru apa yang dilakukan oleh orang tua atau keluarganya yang menjadi dasar anak dalam berperilaku.

Salah satu bentuk pemahaman yang harus dikembangkan sejak dini adalah moral reasoning. Dalam artikel “The measurement of moral judgment, Vol. 1” karya Anne Colby dan Lawrence Kohlberg tersebut, dijelaskan bahwa moral reasoning atau penalaran moral adalah logika dasar ideal yang digunakan untuk mengevaluasi apakah suatu perilaku itu baik atau buruk. Dengan memiliki moral reasoning, seseorang akan memiliki dasar pemikiran yang kuat untuk mengambil keputusan berperilaku baik atau buruk. Kohlberg menegaskan bahwa moral reasoning dapat disebut sebagai prediktor perilaku.

Moral reasoning seorang anak dapat berkembang jika anak dapat berperan aktif dalam bertukar pendapat dengan teman sebaya tentang nilai-nilai moral yang mendasarinya. Di samping itu, juga dibutuhkan peran seseorang yang dapat mengekspresikan moral reasoning pada tahap yang lebih tinggi dari anak-anak. Lingkungan serta kondisi tersebut bisa didapatkan dari sekolah karena lingkungan sekolah memfasilitasi anak untuk berinteraksi dengan teman sebayanya dan ada guru yang berperan untuk mengajarkan moral kepada anak.

Anak yang memiliki pemahaman moral reasoning yang lebih tinggi dapat memahami logika moral yang lebih baik berdasarkan nilai-nilai yang diterima secara universal sehingga dapat berperilaku dengan baik sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Selain itu, dengan pemahaman moral reasoning yang baik, anak cenderung akan berperilaku baik meskipun tidak diawasi oleh guru maupun orang tua.

Cara yang Tepat dalam Mengajarkan Moral Reasoning

Freepic

Dalam mengajarkan dan menanamkan moral reasoning, diperlukan metode yang tepat dan menarik bagi anak. Dengan metode yang tepat, moral reasoning anak akan berkembang dari prakonvensional menjadi konvensional dan anak akan menjadi lebih nyaman dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam dirinya.

Metode yang biasa digunakan oleh orang tua dan guru di sekolah adalah story telling atau bercerita, namun tidak dilanjutkan dengan pendalaman cerita. Hal ini mengakibatkan nilai-nilai moral yang diajarkan tidak bertahan lama dalam diri anak.

Setelah bercerita, metode follow-up harus dilakukan secara terus-menerus agar moral reasoning yang diajarkan dapat tertanam dengan baik dalam diri anak. Misalnya, setelah bercerita, ajaklah anak untuk berdiskusi mengenai nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita tersebut. Berikan juga kesempatan kepada anak untuk menyampaikan pendapatnya mengenai nilai moral tersebut dan sampaikan bahwa nilai moral tersebut baik atau buruk bagi anak. Jangan lupa untuk selalu memberikan contoh kepada anak karena anak akan meniru orang-orang di sekitarnya, baik orang tua maupun guru.

Mendiskusikan Dilema Moral

Salah satu metode bercerita yang dapat digunakan untuk mengajarkan moral reasoning pada anak adalah dengan mendiskusikan moral dilemma atau dilema moral. Melalui diskusi dilema moral, anak belajar memahami bagaimana moral yang baik, melihat beberapa pilihan perilaku, alasan berperilaku, konsekuensi dari setiap pilihan, dan bagaimana menentukan pilihan berdasarkan kesadaran akan pilihan perilaku dan konsekuensi yang menyertainya. Untuk melakukan diskusi dilema moral dengan anak, diperlukan media pengantar yang dapat bercerita dengan cara yang menarik. Dengan cara ini, anak-anak akan tertarik untuk memperhatikan dan mendengarkan cerita.

Selain menyiapkan cerita dengan metode yang menarik, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan pendapatnya mengenai dilema tersebut, menginterpretasikan apa yang terjadi dari cerita tersebut, mengarahkan anak untuk melihat penyebab dari suatu kejadian, dan mengajukan pertanyaan yang membuat anak dapat melihat sudut pandang seseorang dalam bersikap. Selain itu, mengajak anak untuk melihat akibat dari sebuah tindakan terhadap orang lain serta mengajak anak untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut.

Kesimpulannya, masalah moral yang terjadi pada anak disebabkan oleh lemahnya moralitas masyarakat di lingkungan anak. Hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran moral adalah dengan mengajarkan dan mengembangkan moral reasoning pada anak. Selain keluarga, sekolah juga memiliki peran yang cukup besar dalam memberikan pendidikan moral dan mengembangkan moral reasoning pada anak.

Pengajaran moral pada anak sangat dianjurkan dimulai sejak dini, terutama pada usia prasekolah atau saat anak berada di tingkat taman kanak-kanak. Sinergi yang baik antara keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar anak atau masyarakat dalam mendidik dan menanamkan nilai-nilai moral kepada anak akan menghasilkan anak-anak yang mampu berperilaku baik sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat.

Penulis: Maulady Virdausy Fahmy
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close Search Window