Artikel|

IHF/Maulady Virdausy Fahmy

Sebentar lagi kita akan memasuki bulan Muharam, itu tandanya tahun baru Islam akan berganti. Pada umumnya umat Islam Indonesia menyambutnya dengan bebagai macam kegiatan, seperti pawai obor dan tablig akbar, sebagai wujud rasa syukur terhadap nikmat yang telah Allah berikan. Dalam dunia Islam, kita mengenalnya dengan tahun Hijriah, yang mengacu pada peristiwa hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah.

Tahun baru Islam ini mulai muncul saat Umar bin Khattab menjadi pemimpin umat Islam dan berdasarkan keputusan bersama para sahabat. Saat umat Islam dan daerah kekuasaannya makin meluas dibutuhkanlah sebuah catatan penghitungan tahun untuk kepentingan administrasi negara.

Namun, sebuah pertanyaan sederhana muncul, yaitu apakah Rasulullah hijrah pada bulan Muharam? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita membutuhkan data historis dari ahli sejarah, baik yang hidup pada masa lalu maupun era sekarang.

Marilah kita lihat dari kitab atau buku yang menjadi salah satu rujukan utama bagi para pegiat sejarah Islam, yakni Thabaqat al-Kubra karya Ibnu Sa’ad. Dalam kitab tersebut diterangkan, Rasulullah hijrah bersama Abu Bakar ke Madinah, bersembunyi di Gua Tsur, pada bulan Rabiulawal (Jilid I: 199).

Begitu pula yang dituliskan oleh sejarawan Islam masa kini, seperti Abu Bakar Sirajuddin atau yang lebih dikenal dengan Martin Lings dan Dr. Nizar Abazhah yang mencatat hijrahnya Rasulullah terjadi pada bulan Rabiulawal. Martin Lings dalam Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik menjelaskan bahwa di dalam Gua Tsur Rasulullah berdoa, “Wahai bulan sabit yang indah dan menjadi petunjuk arah, aku beriman kepada Dia yang menciptakanmu (hlm. 183).”

Kemudian, diperjelas oleh Dr. Nizar dalam Ketika Nabi di Kota (hlm. 18), Rasulullah tiba di Quba, sebuah kota yang berjarak kurang lebih 5 km dari Madinah, pada tanggal 12 Rabiulawal. Di Quba, Rasulullah menetap selama 4 hari dan membangun masjid serta melaksanakan ibadah salat Jumat untuk pertama kalinya.

Dari referensi sejarah ini, kita ketahui bahwa Rasulullah bersama Abu Bakar hijrah dari Makkah ke Madinah pada bulan Rabiulawal. Lantas, mengapa umat Islam memperingati pergantian tahun pada bulan Muharam? Sebagaimana disinggung di atas, ini adalah keputusan bersama para sahabat pada masa Umar bin Khattab menjadi amirulmukminin.

Ketika mereka mendiskusikan perhitungan tahun Islam itu dimulai sejak kapan, ada yang mengusulkan sejak Rasulullah lahir. Namun, usulan tersebut ditolak oleh mayoritas sahabat karena khawatir kelak Rasulullah akan dikultuskan. Ada juga yang mengusulkan dimulai dari Rasulullah wafat. Usulan ini juga ditolak karena khawatir hanya akan membuat umat Islam mengenang kesedihan. Akhirnya, keputusan pun diambil, perhitungan tahun baru Islam dimulai sejak Rasulullah hijrah ke Madinah.

Setelah keputusan tersebut, umat Islam memulai tahunnya dari tahun ketika Rasulullah hijrah dan memulainya dari bulan Muharam sebagaimana tradisi yang sudah ada sejak lama. Keputusan ini tidak melanggar syariat karena Muharam juga termasuk empat bulan yang dimuliakan dalam Islam.

Ada hal yang menarik di sini, semua kejadian yang disebutkan tadi—kelahiran, hijrah, dan wafat—terjadi pada bulan Rabiulawal, tetapi hanya dikenal sebagai bulan kelahiran Rasulullah. Padahal, kita bisa mengatakan bahwa bulan ini bukan tentang maulid saja. Ada banyak kisah inspiratif yang terjadi pada bulan ini.

 

Penulis: Muhammad Iqbal, S.E.I.

Penulis adalah alumni Pondok Pesantren Darul Muttaqien, Bogor dan lulusan Universitas Ibn Khaldun Bogor. Ia adalah guru Kelas 2 dan guru Boys Talk, Sekolah Karakter, Gunung Putri.

Editor: Teuku Zulman Sangga Buana

Penafian (disclaimer): Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close Search Window